Laman

Senin, 11 Maret 2013

Tonggos Darurat) BCS ORA MUNTIR

Untuk kalian yang menjadi bagian dari BCS saya pastikan tak asing lagi dengan teriakan ini. Ora muntir sebagai slogan BCS yang selalu didengungkan bersama dimanapun, kapanpun, di kota manapun kalian singgah untuk mendukung PSS. Beberapa kali BCS terlibat keributan –yang sebenarnya biasa saja untuk pendukung sebuah klub sepakbola- dan pertarungan selalu berakhir dengan teriakan slogan ora muntir. Tapi sedangkal itukah slogan itu diteriakkan? Ora muntir sebagai slogan tidak takut berkelahi dengan siapapun.

Atas nama membela pemain yang dilempari oleh pendukung tim lawan, keributan antar pendukung klub sepakbola tidak pernah bisa disalahkan. Ora muntir dapat kita artikan sebagai tidak takut. Pada apapun! Tapi kita ada untuk PSS dan slogan ora muntir tidak melulu hanya tentang pertarungan kan? Ijinkan saya untuk kembali ke musim-musim sebelumnya, pertandingan awal musim. Panpel melarang kita masuk ke tribun kita sendiri dengan alasan akan digunakan untuk tim tamu, yang katanya akan datang dalam jumlah besar. Lantas kita berhenti dan pulang? Tidak, kita tetap tinggal dan bernyanyi di luar sama kerasnya sewaktu kita seharusnya bernyanyi di dalam. Tidak berdiri di tribun kita seharusnya tidak pernah sekalipun menyurutkan langkah kita. Hal sama terulang di pertandingan kandang kedua, kita terpaksa ada di tribun timur, tribun yang bukan tempat kita sebenarnya. Langkah, semangat, dan suara kita tidak habis di situ. Kita kembali bernyanyi sama kerasnya seperti kita bernyanyi di tribun kita seharusnya.

Bendera-bendera berkibar, bertambah banyak dari pertandingan satu ke pertandingan selanjutnya. Lagu-lagu bertambah riang, suara kita semakin lantang dari hari ke hari, dari tiket ke tiket yang kita beli di setiap laga. Sampai akhirnya kita mewujudkan mimpi bersama yang lama tertunda, koreografi. Dan tak pernah berhenti di satu titik, koreografi kita semua berkembang dari skala yang kecil sampai di akhir musim menjadi koreografi satu tribun penuh. Lawatan-lawatan laga tandang mengalami hal serupa, dari keberangkatan dengan jumlah kecil sampai keberangkatan dalam jumlah yang sangat besar. Melihat perkembangan inilah yang kemudian saya dapat mengatakan bahwa ora muntir yang dipahami sebagai tidak takut berkelahi dengan siapapun, dimanapun, dan kapanpun adalah ora muntir yang dipahami secara dangkal. Saya sendiri mencoba memahami ora muntir sebagai slogan yang mewakili kita semua, tingkah laku dan pola pikir kita, juga mewakili hasil perilaku kita. Ora muntir saya pahami sebagai tidak takut membuat bendera untuk PSS, walaupun kita semua memiliki keterbatasan yang sama, dana. Ora muntir saya pahami sebagai tidak takut mencoba untuk membuat koreografi untuk PSS, walaupun kita semua tahu bahwa koreografi bukanlah hal yang mudah. Ora muntir juga saya pahami sebagai tidak takut mendukung PSS dimanapun dan kapanpun, sampai akhirnya beberapa dari kita benar-benar mewujudkan mimpi untuk datang di lawatan pertandingan luar pulau.

Semua yang kita lakukan di musim-musim sebelumnya bukanlah hal yang mudah. Tidak dapat kita hindari dan kita pungkiri, anggapan bahwa BCS berkembang terlalu cepat memang agaknya benar adanya. Tapi bukan itu yang menjadi masalah kita di kemudian. Masalah yang menghantui kita sebenarnya adalah tantangan untuk berkembang lebih lagi baik dari segi koreografi, suara yang lantang, lagu-lagu penyemangat, bendera-bendera yang berkibat, kehadiran di stadion, dan masih banyak lagi sampai akhirnya kita semua dapat tersenyum dan berkata, “kita memang tidak dapat dihentikan.”

Kembali ke pertandingan musim lalu sebagai koreksi, PSIR Rembang melawan PSS Sleman. Lawatan besar kita dengan total 12 bis. Pertandingan dikuasai PSS Sleman dengan percobaan tendangan Trihandoko yang mengenai mistar lawan, Bogi bermain baik dengan menghalau serangan-serangan dari tim lawan, Andrid beberapa kali menembus pertahanan lawan dengan gesit. Tapi di waktu akhir PSS kecolongan dan tercipta 1 gol dari tuan rumah. Kita kalah di sana. Kita semua merasa kecewa, tak sedikit yang hampir menangis mengingat poin 1 di depat mata dan tinggal menunggu beberapa detik tersisa. Tapi apakah ini salah Bogi yang gagal menghalau bola? Apakah salah Bruno yang tidak menempel ketat lawannya? Salahkan Trihandoko yang gagal memasukkan bola?? Atau Andrid yang gagal mengeksekusi sentuhan akhir di depan penjaga gawang? Mereka bermain sepenuh hati, mencoba mendapatkan poin di kandang lawan. Sedangkan kita? Kalau kalian semua masih ingat, kita mengeluh karena panas matahari, suara kita tak selantang biasanya dengan alas an kita kekeringan, kita lelah, kita kepanasan, kita kita kita kita dan masih banyak alas an untuk mengelak. Kekalahan di Rembang saya katakan sebagai kesalahan kita semua yang lupa untuk tetap bernyanyi lantang, untuk tetap bersemangat di tribun, berjingkrak seperti orang gila seperti biasanya kita lakukan di tribun-tribun terdahulu. Kita semua lupa untuk itu, kita menyerah pada keadaan sampai akhirnya keadaan menghukum kita dengan kekalahan. Ora muntir sebenarnya menjadi slogan kita di pertandingan itu. Aku tidak takut panas matahari, aku tidak takut suaraku habis, aku tidak takut lelah berdiri, aku tidak takut apapun demi PSS! Dan percayalah, kalau slogan ora muntir sudah kita semua pahami seperti itu, mimpi PSS menjadi juara tak akan lebih lama lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar