Tonggos Darurat) BCS ORA MUNTIR
Untuk kalian yang menjadi bagian dari BCS saya pastikan tak asing lagi
dengan teriakan ini. Ora muntir sebagai slogan BCS yang selalu
didengungkan bersama dimanapun, kapanpun, di kota manapun kalian singgah
untuk mendukung PSS. Beberapa kali BCS terlibat keributan –yang
sebenarnya biasa saja untuk pendukung sebuah klub sepakbola- dan
pertarungan selalu berakhir dengan teriakan slogan ora muntir. Tapi
sedangkal itukah slogan itu diteriakkan? Ora muntir sebagai slogan tidak
takut berkelahi dengan siapapun.
Atas nama membela pemain yang dilempari oleh pendukung tim lawan,
keributan antar pendukung klub sepakbola tidak pernah bisa disalahkan.
Ora muntir dapat kita artikan sebagai tidak takut. Pada apapun! Tapi
kita ada untuk PSS dan slogan ora muntir tidak melulu hanya tentang
pertarungan kan? Ijinkan saya untuk kembali ke musim-musim sebelumnya,
pertandingan awal musim. Panpel melarang kita masuk ke tribun kita
sendiri dengan alasan akan digunakan untuk tim tamu, yang katanya akan
datang dalam jumlah besar. Lantas kita berhenti dan pulang? Tidak, kita
tetap tinggal dan bernyanyi di luar sama kerasnya sewaktu kita
seharusnya bernyanyi di dalam. Tidak berdiri di tribun kita seharusnya
tidak pernah sekalipun menyurutkan langkah kita. Hal sama terulang di
pertandingan kandang kedua, kita terpaksa ada di tribun timur, tribun
yang bukan tempat kita sebenarnya. Langkah, semangat, dan suara kita
tidak habis di situ. Kita kembali bernyanyi sama kerasnya seperti kita
bernyanyi di tribun kita seharusnya.
Bendera-bendera berkibar, bertambah banyak dari pertandingan satu ke
pertandingan selanjutnya. Lagu-lagu bertambah riang, suara kita semakin
lantang dari hari ke hari, dari tiket ke tiket yang kita beli di setiap
laga. Sampai akhirnya kita mewujudkan mimpi bersama yang lama tertunda,
koreografi. Dan tak pernah berhenti di satu titik, koreografi kita semua
berkembang dari skala yang kecil sampai di akhir musim menjadi
koreografi satu tribun penuh. Lawatan-lawatan laga tandang mengalami hal
serupa, dari keberangkatan dengan jumlah kecil sampai keberangkatan
dalam jumlah yang sangat besar. Melihat perkembangan inilah yang
kemudian saya dapat mengatakan bahwa ora muntir yang dipahami sebagai
tidak takut berkelahi dengan siapapun, dimanapun, dan kapanpun adalah
ora muntir yang dipahami secara dangkal. Saya sendiri mencoba memahami
ora muntir sebagai slogan yang mewakili kita semua, tingkah laku dan
pola pikir kita, juga mewakili hasil perilaku kita. Ora muntir saya
pahami sebagai tidak takut membuat bendera untuk PSS, walaupun kita
semua memiliki keterbatasan yang sama, dana. Ora muntir saya pahami
sebagai tidak takut mencoba untuk membuat koreografi untuk PSS, walaupun
kita semua tahu bahwa koreografi bukanlah hal yang mudah. Ora muntir
juga saya pahami sebagai tidak takut mendukung PSS dimanapun dan
kapanpun, sampai akhirnya beberapa dari kita benar-benar mewujudkan
mimpi untuk datang di lawatan pertandingan luar pulau.
Semua yang kita lakukan di musim-musim sebelumnya bukanlah hal yang
mudah. Tidak dapat kita hindari dan kita pungkiri, anggapan bahwa BCS
berkembang terlalu cepat memang agaknya benar adanya. Tapi bukan itu
yang menjadi masalah kita di kemudian. Masalah yang menghantui kita
sebenarnya adalah tantangan untuk berkembang lebih lagi baik dari segi
koreografi, suara yang lantang, lagu-lagu penyemangat, bendera-bendera
yang berkibat, kehadiran di stadion, dan masih banyak lagi sampai
akhirnya kita semua dapat tersenyum dan berkata, “kita memang tidak
dapat dihentikan.”
Kembali ke pertandingan musim lalu sebagai koreksi, PSIR Rembang melawan
PSS Sleman. Lawatan besar kita dengan total 12 bis. Pertandingan
dikuasai PSS Sleman dengan percobaan tendangan Trihandoko yang mengenai
mistar lawan, Bogi bermain baik dengan menghalau serangan-serangan dari
tim lawan, Andrid beberapa kali menembus pertahanan lawan dengan gesit.
Tapi di waktu akhir PSS kecolongan dan tercipta 1 gol dari tuan rumah.
Kita kalah di sana. Kita semua merasa kecewa, tak sedikit yang hampir
menangis mengingat poin 1 di depat mata dan tinggal menunggu beberapa
detik tersisa. Tapi apakah ini salah Bogi yang gagal menghalau bola?
Apakah salah Bruno yang tidak menempel ketat lawannya? Salahkan
Trihandoko yang gagal memasukkan bola?? Atau Andrid yang gagal
mengeksekusi sentuhan akhir di depan penjaga gawang? Mereka bermain
sepenuh hati, mencoba mendapatkan poin di kandang lawan. Sedangkan kita?
Kalau kalian semua masih ingat, kita mengeluh karena panas matahari,
suara kita tak selantang biasanya dengan alas an kita kekeringan, kita
lelah, kita kepanasan, kita kita kita kita dan masih banyak alas an
untuk mengelak. Kekalahan di Rembang saya katakan sebagai kesalahan kita
semua yang lupa untuk tetap bernyanyi lantang, untuk tetap bersemangat
di tribun, berjingkrak seperti orang gila seperti biasanya kita lakukan
di tribun-tribun terdahulu. Kita semua lupa untuk itu, kita menyerah
pada keadaan sampai akhirnya keadaan menghukum kita dengan kekalahan.
Ora muntir sebenarnya menjadi slogan kita di pertandingan itu. Aku tidak
takut panas matahari, aku tidak takut suaraku habis, aku tidak takut
lelah berdiri, aku tidak takut apapun demi PSS! Dan percayalah, kalau
slogan ora muntir sudah kita semua pahami seperti itu, mimpi PSS menjadi
juara tak akan lebih lama lagi.